Sabtu, 03 Juni 2023

Apakah Aku Masih Bisa Melihat Senja - Cerita Pendek



Namaku adalah Ghibran Al-Khameni. Aku bersekolah di SMAN 1 Bahagia, dan teman-teman sekolahku sering memanggilku dengan sebutan Ghibran. Aku sangat menyukai musik, apapun jenisnya selalu kudengarkan, dan selain itu aku juga sangat menyukai senja. Apa kalian juga menyukainya? Maksudku menyukai senja. Lantas kenapa? Menurutku saat memandang senja itu memberikan ketenangan yang tiada artinya, selain itu pula untuk bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas nikmat yang diberikan selama kita hidup ini.

Hari demi hari telah berganti, kini aku menduduki kelas 3 SMA. Seperti biasa, setiap hari sebelum berangkat sekolah aku selalu melihat keindahan matahari saat menunjukkan wujudnya untuk menyinari bumi di sekitar rumahku ini. Dan setiap pulang sekolah aku selalu menanti senja yang ingin pamit lalu berganti dengan terangnya rembulan. Ya, sudah seperti rutinitas hidupku saja. Aneh bagi kalian yang mendengarnya bukan.

Selain itu juga, senja merupakan nama spesial yang selalu aku tunggu kehadirannya setiap hari di sekolah sampai waktu pulang yang akhirnya memaksaku untuk berhenti menatapnya. Aku jatuh cinta dengan seorang perempuan yang bernama Senja Citra Agustin. Dia teman sekelasku, teman-teman sering memanggilnya dengan Citra tetapi untuk diriku pribadi lebih senang menyapanya dengan sebutan Senja. Sekali lagi, karena senja sangat spesial.

Sampai akhirnya masa kelulusan pun tiba, aku yang telah lama menaruh hati dengan Senja semakin bersemangat untuk mengungkapkannya. Aku masih teringat saat pertama kali berkenalan dengan Senja dimana saat itu aku masih malu untuk menatapnya.

🔸🔸🔸

Suasana kelas sudah mulai hening, kini tinggal Pak Anto, yaitu wali kelasku yang akan membuka lembaran baru di kelas 3.

"Selamat pagi, anak-anak. Perkenalkan nama bapak yaitu Anto Nugraha akan menjadi wali kelas kalian di kelas 3 ini. Oh iya, kalian bisa memanggil bapak Anto, ya," ujar Pak Anto yang memulai perkenalan dengan senyuman.

"Selamat pagi juga, pak." Seisi kelas menyambut gembira Pak Anto sebagai wali kelasnya yang baru.

"Baiklah, di sini bapak membawa murid baru."

Salah satu dari kami berdiri, "Siapa pak namanya? Kok nggak ada orangnya?"

"Oke, Citra. Silahkan masuk," suara langkah kaki beserta bayangan seseorang terlihat menuju pintu kelas.

Seketika itu aku dan seisi kelas mulai fokus kepada seorang perempuan berambut panjang yang bernama Citra perlahan memasuki kelas.

Bagaikan bidadari yang turun dari langit. Wajahnya yang anggun dan berseri-seri. Tentu saja membuatku dan cowok teman kelas lainnya pun mengalihkan pandangan hanya kepada murid baru itu.

Sampai teman cowok yang duduk di sampingku berbisik pelan, "Cantik, kaya artis-artis mukanya."

🔸🔸🔸

Jam pulang berbunyi menandakan berakhirnya pelajaran hari itu. Aku tergesa-gesa keluar dari kelas untuk berkenalan dengan Citra yang mulai meninggalkan gerbang sekolah karena sedari tadi aku belum sempat untuk menjulurkan tangan sebagai tanda perkenalan kepadanya.

"Tunggu Senja!" Aku berlari menuju Citra yang terhenti karena teriakanku ini.

"Iya, ada apa?" Citra menoleh ke belakang dan mulai menyahutku.

"Ini aku teman sekelasmu, apa kau tidak ingat?"

"Oh, maaf aku belum sempat berkenalan denganmu, ya, tadi di kelas, hehe."

"Oke, kenalin ya namaku Ghibran dan kamu Senja kan?" Dengan raut muka yang mulai memerah aku bertanya.

"Iya, namaku Senja Citra Agustin. Kamu bisa memanggilku Citra, ya."

"Hm, tapi aku lebih suka dengan Senja, boleh aku memanggilmu dengan sebutan itu?"

"Tentu saja boleh, Ghibran. Asalkan kamu bisa mengingat namaku."

"Tentu saja aku akan selalu ingat dengan namamu seperti aku mengingat senja yang aku lihat."

Senja hanya tersenyum kecil sambil menghentikan angkutan umum lalu melambaikan tangan kepadaku. Itulah pertama kali aku mengenal Senja yang diciptakan Tuhan untuk membuatku jatuh cinta.

Perasaanku terus berbunga-bunga, senyum menjadi lebar. Jangan tanya isi kepalaku saat ini apa. Coba kalian rasakan sendiri ketika jatuh cinta pada pandangan pertama. Rasanya manis bukan. Ah itu mah sudah biasa, mari lanjut dengan kisah berikutnya.

Indah sekali hari-hari yang kujalani saat itu. Hingga akhirnya kejadian yang tak terduga menimpaku dihari yang spesial. Aku akan menceritakan kejadian ini terlebih dahulu kepada kalian, kejadian yang tidak akan pernah aku lupakan sampai detik ini juga.

Hari itu dimana hari yang spesial telah tiba. Ya, hari kelulusan sekolah. Aku bangun pagi sekali, semenjak malam aku tidak bisa tidur. Mungkin hanya 3 jam saja aku tidur. Selebihnya aku sibuk memikirkan untuk hari esok.

🔸🔸🔸

Suara ayam berkokok menandakan waktu pagi telah tiba. Matahari juga perlahan sudah mulai menyapa dan menunjukkan cahayanya. Tak berselang lama, aku mulai memanaskan sepeda motor ini untuk aku kendarai menuju sekolah. Hari spesial, berangkat ke sekolah pun harus spesial. Karena untuk pertama kalinya akan aku ungkapkan perasaan ini kepada Senja. Perasaan yang hampir setahun terpendam. Tak berani tersampaikan karena menunggu waktu yang tepat.

Aku sudah berpakaian dengan stelan jas yang rapi begitupun dengan sepatu pantopel yang masih bersih. Seperti biasa sebelum menuju sekolah aku berhenti terlebih dahulu di sekitaran rumahku untuk melihat matahari terbit.

Setelah itu aku bergegas menaiki motor lalu berangkat menuju sekolah. Entah apa yang membuat ku tidak berkonsentrasi dalam berkendara hingga aku terjatuh ke bahu jalan.

Brakkk....

Aku langsung terjatuh dari sepeda motor dan tidak tahu lagi apakah aku masih bisa melihat senja atau tidak.

🔸🔸🔸

Hanya suara ayah dan mamahku saja yang dapat aku dengar saat itu. Aku tidak begitu ingat dengan kejadian yang aku alami, hanya gelap tanpa cahaya yang bisa aku lihat.

"Pak mah... Aku ada dimana sekarang?? Kok gelap begini,"

"Kamu sekarang ada di rumah sakit nak, maaf dokter menyatakan bahwa untuk sementara waktu ini kamu tidak bisa melihat terlebih dahulu," Ujar Ayahku.

"Iya nak benar, tapi mamah sudah berusaha memberi tau kepada dokter untuk mencarikan donor mata untukmu."

"Mah yah lalu bagaimana dengan hari kelulusanku?? Apakah teman-teman tau dan Senja bagaimana mah," Raut wajah sedih perlahan aku tunjukkan kepada mamahku.

"Sudah dikabari oleh ayahmu, nak. Hmm untuk Senja juga," Mamah memastikan.

Dua bulan berlalu, hidupku hanya dipenuhi oleh kegelapan. Hari yang kujalani kini tidak seindah dulu lagi. Aku sudah tidak bisa lagi melihat matahari yang terbit dan terbenam begitupun dengan Senja. Setelah hari kelulusan itu,  Senja hanya menelponku dan memberitahukan bahwa dia akan berangkat kuliah ke luar negeri.

Aku hanya menangis, meneteskan beberapa butir air mata. Membiarkan pipiku basah sejenak lalu segera beranjak menghapus kesedihan ini. Saat itu, hari kelulusan. Aku bersiap mengungkapkannya sebelum benar-benar berpisah dengannya, tapi takdir berkata lain. Sampai saat ini, aku tidak bisa mengungkapkan isi hati ini kepada Senja. Perasaan kecewa hadir disaat aku memikirkan Senja dan tidak tau lagi bagaimana keadaan Senja sekarang. Tiba-tiba suara ketukan pintu membuatku terkejut, lantas suara pelan Ayah melesat begitu saja.

"Nak, ayo kita ke rumah sakit lagi," ujar Ayahku.

"Buat apa kita ke sana lagi, Yah? Bukannya rumah sakit itu yang membuatku tidak bisa melihat begini," aku mendengus sebal saat mendengar kata rumah sakit.

Sungguh, aku belum bisa mengikhlaskan kedua mataku ini. Berapa banyak cahaya, dan manusia yang telah aku rekam lewat bola mataku yang cantik selama ini. Bagaikan petir disiang hari, menyambar begitu cepat, memelesat hingga ke palung hati. Saat mendengar kabar langsung itu, aku terdiam sangat lama. Gelap sekali, aku terus menerus menangis, sampai-sampai kedua orang tuaku menenangkannya. Ohh... sungguh aku sangat bersyukur dan berterima kasih masih ada kedua orang tua yang sangat perhatian dan peduli kepadaku.

Tapi kamu, Senja. Apa kamu tau kabarku yang sekarang ini? Apakah kamu mau menerima perasaan yang bergejolak dalam dada ini? Melihat keadaanku yang sekarang, tidak bisa menemuimu. Bahkan tidak bisa lagi melihat indahnya senyummu.

"Ayolah, nak. Mari ikhlaskan semua ini, biarkan waktu yang mengobati semuanya. Percaya sama Ayah, semua akan baik-baik saja."

🔸🔸🔸🔸

Suara mesin mobil itu mulai terdengar. Garasi dibuka perlahan-lahan. Aku sudah duduk dengan tenang sekarang. Mamah terus memegangi ku disebelah. Ayah juga sudah duduk di kursi depan. Sopir bersiap untuk mengemudikannya.

Sepanjang perjalanan, memori otakku terus menampilkan wajah Senja. Senja yang lagi tersenyum, membiarkan rambut panjang ia terurai dengan sempurna, wajahnya yang anggun, lagi-lagi senyuman manis itu terlihat. Senja, bagaimana kabarmu di sana? Apakah kamu tau kondisiku sekarang?

Memori terus berputar. Sudahlah, sedang apapun kau di sana. Aku sekarang sudah bisa ikhlas, semoga kamu selalu bahagia, Senja.

🔸🔸🔸🔸

Sesampainya di rumah sakit, aku langsung diperiksa. Sontak, aku terkejut. Apakah yang dikatakan dokter tadi itu benar? Sungguh, aku sudah ikhlas sekarang. Tapi lagi-lagi sepanjang waktu itu masih terus berputar, kejutan dalam setiap waktu pasti selalu ada. Percayalah, keikhlasan dan kesabaran itu kunci dari kejutan kehidupan. Dan sekarang aku akan menerima kejutan indah ini yang sangat luar biasa. Aku tidak sabar menunggu hari itu tiba. Hari di mana, aku akhirnya bisa melihat keindahan Senja lagi, mungkin jika Tuhan mengizinkan. Jika tidak, pasti selalu ada kejutan lain yang sudah dipersiapkan.

Perasaan senang terus meliputi hati ini, siang itu aku diberitahu bahwa dalam waktu tiga hari kedepan, aku akan menjalani operasi kornea mata. Semoga semua akan baik-baik saja.

Waktu terus berjalan. Cepat sekali, sampai tak terasa hari yang dinantikan ini tiba. Tiga hari sudah aku menunggu.

"Nak, banyak berdoa ya. Papa doakan operasi kornea mu lancar," tangan hangat Ayah terus menggenggam kedua tanganku. Erat sekali. Disusul dengan mamah.

🔸🔸🔸🔸

"Buka pelan-pelan matanya. Oke, satu, dua, tiga," Dokter menghitung mundur sambil membukakan perban dimataku ini.

Perlahan, terbuka walaupun masih samar-samar. Silau sekali, aku mencoba mengedipkan mata kembali. Sangat jelas, sungguh jelas sekali. Terlihat kedua orang tuaku meneteskan air mata. Ahhh, sungguh aku terharu melihatnya. Berkat kornea ini akhirnya penantian selama dua bulan, terbayar dengan tuntas. Sungguh indah, terimakasih banyak yang sudah mendonorkan kornea ini. Aku sangat berterima kasih sekali, dan tidak akan menyia-nyiakannya. Akhirnya dengan rasa bersyukur dan senang, aku bisa melihat lagi. 

Krekkk.

Pintu itu perlahan terbuka, menampilkan dua sosok orang tua berjalan memasuki ruangan operasi ini. Seluruh pandangan menuju kepada dua sosok orang tua tersebut.

Ayah mendekati, mengajaknya bersalaman.

"Terimakasih banyak, aku tidak tau harus membalas kebaikan kalian ini dengan apa."

"Ahh... Tidak apa-apa. Ini semua kan permintaan, Senja. Aku sangat senang sekali, kornea indah Senja bisa membuat orang yang dia sayangi melihat kembali."

Memori otakku kembali berputar, mencari ribuan wajah yang pernah aku lihat. Itu dia, tidak salah lagi. Sosok mereka itu ternyata kedua orang tua Senja. Aku sempat bingung dan terdiam sejenak. Mereka berdua tersenyum senang melihatku, perlahan Ibu Senja mendekatiku. Lantas memberikan sebuah surat. Seketika aku langsung membuka sambil membacakannya di dalam hati.

🔸🔸🔸

Sepucut Surat Dari Senja.

"Hay, Ghibran. Gimana nih kabarmu? Aku disini baik baik saja kok, hehe. Aku sebenarnya udah tau, kalau kamu itu pasti suka sama aku. Ehh... Iya kan? Atau aku terlalu percaya diri, hihi maaf yah. Nah aku juga mau menyampaikan sesuatu sama kamu. Entah penting atau tidak, tapi menurutku ini kabar sangat penting. Oke deh, baca yang hati-hati ya, pelan-pelan jangan sampai kaget. Sebenarnya, aku juga suka sama kamu. Aku cinta kamu Ghibran. Aku masih ingat saat kamu mengejarku ke gerbang sekolah itu sambil menunjukkan raut muka yang lucu.

Satu tahun terasa cepat tapi aku tidak bisa melupakan kenangan bersamamu selama di sekolah ini. Pas hari kelulusan itu, aku tau kamu kecelakaan dan saat itu juga aku sedih karena hari itu merupakan hari terakhir kita bertemu. Rasanya sedih, di hari itu aku mencari sosokmu berkali-kali. Ternyata kamu mengalami kecelakaan.

Beberapa hari setelah kelulusan, orang tuamu lah yang hadir untuk mengambil nilai UN mu itu. Saat itu aku juga sedih, Ghibran. Aku selalu bertanya kepada hati kecilku ini, kenapa setelah kecelakaan itu kamu tidak pernah menelponku atau karena kamu malu untuk menemuiku. Aku udah tau kok bahwa kamu tidak bisa melihat, karena saat ayahmu itu menelponku dan beliau bercerita semuanya.

Terpaksa, aku mengambil inisiatif untuk menelponmu terlebih dahulu. Sungguh, aku sangat minta maaf saat menelponmu, aku berbohong memberitahu tentang kuliah luar negeri kepadamu itu. Padahal tidak, karena kini aku sedang berada di rumah sakit karena kecelakaan yang aku alami saat pulang ke rumah.

Sekarang aku sedang di rumah sakit dan cepat-cepat menulis surat ini untuk aku beri kepadamu. Jujur aku tidak kuat menahan rasa sakit yang membuatku menjadi lumpuh begini. Sudah 5 hari aku dirawat dan aku berpesan kepada kedua orang tuaku, jika aku pergi nanti maka tolong berikan kornea mata ini kepadamu agar kamu bisa melihat keindahan senja lagi walaupun tanpa keberadaan ku di sisimu.

Jangan sedih ya, Ghibran. Aku akan selalu mengingatmu, karena kamu adalah cinta pertamaku walaupun belum sempat terucapkan secara langsung kepadamu. Aku akan selalu bersamamu melalui kornea mataku ini jika aku memang pergi untuk selama-lamanya. Janji ya, jangan nangis setelah baca surat ini. Senyum dong, udah lama aku ngga liat senyummu lagi nih. Semoga kamu selalu bahagia ya. Sungguh, beruntung sekali yang akan memilikimu nanti. Aku pamit, Ghibran. Dahhh... Janji ya jangan sampai nangis."


SELESAI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Review Buku Bank Gaib Karya Kisah Tanah Jawa - Menuntut Balas Perjanjian Gaib

"Apabila nantinya saya yang masih bertahan sampai detik ini yang kelak akan menyusul kedua adik saya, anggaplah apa yang saya bagikan b...